PENATEGAS – Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang disebut stunting. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
“Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagaifaktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan Kesehatan,” kata Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Donggala, Drs. H. La Samudia Dalili, M.Si di ruang kerjanya belum lama ini.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih”, tutur La Samudia.
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Selanjutnya, dipengaruhi juga oleh pola asuh yang kurang baik terutama pada aspek perilaku, terutama pada praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.
Selain itu, stunting juga dipengaruhi dengan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih.
“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya.
Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisamengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya,” terangnya.
Guna menindaklanjuti persoalan tersebut lanjut kadis, maka diperlukan terobosan melalui pembentukan tim pendamping keluarga dalam rangka penurunan angka stunting di 158 desa, 9 kelurahan di Kabupaten Donggala.
“Setiap desa dan kelurahan akan ditugaskan sebanyak 3 orang sebagai pendamping keluarga dan dibekali Surat Keputusan (SK) sebagai tim pendamping keluarga di desa masing -masing,” ucap Kadis PPKB.
Dengan adanya petugas pendamping keluarga di desa dan kelurahan sebagai perpanjang tanganan DPPKB lanjut La Samudia, jumlah penderita stunting di Kabupaten Donggala dapat ditekan dan dilakukan intervensi baik melalui Dinas PPKB atau Dinas Kesehatan Donggala, imbuhnya.