PENATEGAS – Kebijakan pengesahan revisi Undang-undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI), idealnya dilakukan kajian yang lebih mendalam. Penegasan itu disampaikan oleh
Prof. Slamet Riadi Cante, Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) saat berbincang dengan media ini, Rabu (26/3/25).
Menurut Prof. Slamet, bahwa secara ideal, dalam proses formulasi kebijakan penyusunan UU TNI ini, mestinya melibatkan semua elemen bangsa, sehingga tidak terkesan cenderung mengurangi peran Birokrasi Sipil dan supremasi sipil dalam jabatan strategis.
“Idealnya semua pihak dilibatkan dalam proses formulasi kebijakan terkait Revisi UU TNI,” jelas Guru besar Universitas Tadulako ini.
Kata dia, meskipun hanya 14 kelembagaan dan kementerian yg diberi ruang untuk dijabat TNI aktif, tetapi untuk penempatan jabatan eselon I dan Direktur serta staf lainnya masih belum jelas pengaturannya.
“Penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil belum diatur kriteria jabatan secara jelas, sehingga berpotensi terjadinya konflik antara birokrasi sipil dan TNI, ini merupakan langkah mundur dalam konsolidasi Demokrasi,” jelasnya.
Olehnya itu terang Prof Slamet, penting ada regulasi terkait keseimbangan peran antara jabatan dari kalangan birokrasi sipil dan TNI.
“Sebab supremasi sipil merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan demokrasi yang berkualitas,” jelasnya.
Kata dia, TNI sebaiknya lebih didorong agar lebih memiliki profesionalisme dalam kerangka memperkuat pertahanan Negara.
“Selama ini kepercayaan publik terhadap TNI cukup tinggi, olehnya itu dengan pengesahan revisi UU TNI ini, diharapkan agar setiap kebijakan yang akan dilakukan, sebaiknya didasari dengan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas dan partisipatif,” pungkasnya.
Baca Juga: Antusias Santri MBS Ikut Manjili Ceria via Jalur Laut