PENATEGAS – Hari Minggu 06 Juli 2025, menjadi momen penuh berkah bagi warga Desa Towale, Kecamatan Banawa Tengah.
Dalam suasana khidmat, masyarakat bersama Pemerintah Desa (Pemdes), tokoh adat, dan para keluarga pelestari budaya menyelenggarakan upacara sakral Modiu Bulava Mpongeo, sebuah tradisi turun-temurun yang sarat makna dan sejarah.
Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur dan warisan budaya, tetapi juga menjadi momentum perekat sosial antara warga.
Dalam kesempatan ini, perhatian dan dukungan juga datang dari berbagai pihak, termasuk dari pengamat sosial kemasyarakatan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Tomakaka Tiwikrama Donggala, Hojianto, S.Pd., M.Si., M.Pd yang secara khusus menyampaikan apresiasi dan gagasan bernilai tinggi.
Dalam pernyataannya, sang pengamat menyampaikan ucapan selamat atas terselenggaranya upacara suci tersebut.
Ia pun menambahkan bahwa jika mendapat undangan resmi, dirinya bersedia hadir langsung dalam prosesi sakral itu.
Lebih dari itu, ia mengusulkan ide kolaboratif yang menarik, agar kedepan, upacara Modiu Bulava Mpongeo dapat pula diselenggarakan di Desa Tolongano, Kecamatan Banawa Selatan.
Usulan ini bukan tanpa dasar. Pria kelahiran di Desa Tolongano ini menggarisbawahi pentingnya kerja sama budaya antarwilayah, terlebih antara Desa Towale dan Desa Tolongano yang secara historis dan sosial layaknya dua saudara.
Sebuah wacana strategis untuk memperkuat jalinan persaudaraan dan melestarikan budaya lokal dalam semangat inklusif dan berbagi peran.
“Menariknya, informasi dari tokoh masyarakat Tolongano seperti Bapak Sisman R. Manahau (Ketua BPD Tolongano) dan Ibu Hawakia L. Marangkila (tokoh perempuan berpengaruh) mengungkap bahwa beberapa tahun silam, upacara ini pernah diselenggarakan juga di Tolongano,” ungkap Hojianto
Meskipun penyelenggaraannya tidak semeriah saat ini tambah pendiri yayasan Lembaga Peduli Pendidikan Kabupaten Donggala (LPPKD), namun pelibatan lintas desa, bahkan saat itu masih satu kecamatan, menunjukkan jejak sejarah kolaborasi yang layak untuk dibangkitkan kembali.
Satu aspek penting yang turut memperkuat keterkaitan Tolongano dalam prosesi ini adalah soal sumber air sakral yang digunakan dalam ritus Modiu (memandikan).
Air tersebut berasal dari mata air alami di atas pohon kayu Dadavi yang tumbuh di pegunungan Lavi, tepatnya Dusun Sokirau, Desa Tolongano.
Keberadaan air ini menjadi simbol spiritual yang mempererat peran Desa Tolongano dalam pelaksanaan prosesi budaya ini.
Meski kini keduanya berada di kecamatan berbeda, semangat kebersamaan antara Towale dan Tolongano tidak surut.
Keduanya masih berada dalam naungan Kabupaten Donggala, dan semangat persatuan tetap menjadi roh dari setiap tradisi yang dijalankan bersama.
Semoga tradisi Modiu Bulava Mpongeo terus lestari dan menjadi jembatan budaya yang memperkuat identitas serta harmoni antarwarga.
Harapannya, sinergi dua desa bersaudara ini akan menjadi contoh kolaborasi budaya yang berkelanjutan demi pelestarian sejarah dan kearifan lokal Donggala.
Baca Juga: http://Pemkab Donggala Gelar Gerakan Tanam “Petarung” untuk Wujudkan Ketahanan Pangan