PENATEGAS – Banjir bandang yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh, harus menjadi peringatan serius bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah terkait pentingnya pengelolaan lingkungan yang lebih ketat.
Demikian ditegaskan Guru Besar Bidang Kebijakan Publik FISIP Universitas Tadulako (Untad), Prof. Slamet Riadi Cante kepada sejumlah media, menyikapi bencana banjir di pulau sumatera yang dampaknya banyak merugikan masyarakat luas.
Menurut Prof Slamet, bencana banjir bandang tersebut menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan dapat memperburuk dampak bencana alam, terutama di daerah-daerah dengan tingkat eksploitasi lahan yang tinggi.
Dia menegaskan bahwa Provinsi Sulteng perlu memperkuat komitmen dalam proses perizinan investasi, terutama untuk sektor tambang.
“Pemerintah harus benar-benar tegas dalam memberikan izin investasi. Setiap pengusaha yang masuk harus memastikan kegiatannya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang berpotensi menyebabkan bencana seperti banjir bandang,” ungkap Prof Slamet.
Dia menyoroti sejumlah wilayah tambang seperti Poboya, Buluri, hingga Morowali yang dinilai memiliki potensi besar memicu pencemaran dan kerusakan lingkungan, jika tidak diawasi secara ketat.
Prof Slamet meminta pemerintah memperketat pengawasan serta memberikan sanksi tegas terhadap aktivitas pertambangan yang tidak sesuai aturan.
“Masyarakat sebenarnya mengapresiasi kehadiran investor karena bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun ketika investasi itu justru menimbulkan risiko bencana yang lebih besar, maka hal ini harus benar-benar diwaspadai. Pada akhirnya masyarakat yang menanggung dampaknya,” tambahnya.
Prof Slamet juga menyinggung aktivitas pengerukan bukit di wilayah Kecamatan Palu Timur dan Mantikulore untuk kepentingan pribadi, bisnis maupun perkantoran.
Dia menilai hal tersebut sangat rawan memicu longsor jika penebangan pohon tidak dibarengi reboisasi atau pergantian dan penghijauan kembali.
“Jangan sampai kita kembali mengalami bencana besar akibat kelalaian pengelolaan lingkungan. Kita sudah cukup merasakan dahsyatnya gempa, tsunami, dan likuefaksi. Kerusakan lingkungan hanya akan memperbesar ancaman itu,” tegasnya.
Dia berharap pemerintah dan masyarakat dapat bekerjasama menjaga kelestarian lingkungan agar Sulteng tidak mengalami bencana serupa seperti yang terjadi di Sumatera dan Aceh.
Prof Slamet juga menilai pentingnya pemerintah menerapkan kebijakan investasi tambang yang ramah lingkungan dan dilakukan secara berkelanjutan serta mencakup kerangka kerja yang kuat, mengintegrasikan aspek Environment, Sosial, and Governance sejak tahap awal hingga pasca-tambang.
“Dasar kebijakan investasi tambang yang ramah lingkungan harus dilakukan dengan mengintegrasikan Pilar Lingkungan, Pilar Sosial dan Pilar Tata Kelola yang baik serta didukung kerangka regulasi, transparansi, dan pengawasan yang kuat,” pungkasnya.






