https://penategas.id – Untuk hari pendidikan 2 Mei 2025, artikel ini saya tulis. Beberapa hari lalu, saya bilang kepada Mahasiswa. Kampus memberimu pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Tapi organisasi mengajarkanmu, bagaimana hidup bersama.
By: Muhd Nur SANGADJI
———–
SIANG itu, mahasiswa berkumpul banyak sekali di ruang terbuka. Di bawah pohon rindang. Berlokasi di depan Dekanat Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Mereka datang untuk mengikuti debat calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Ada dua kandidat yang maju dalam pemilihan ketua BEM tersebut.
Saya dihadirkan sebagai panelis. Saya merasa sangat senang karena antosiasme mahasiswa cukup tinggi. Kandidatnya hanya dua pasang. Dihadirkan dari puluhan organisasi kemahasiswaan yang ada di Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Prosesinya cukup menarik. Mereka mendesign acara layak debat Presiden, Gubernur atau Bupati dan Walikota. Kandidat datang dengan iringan simpatisan dan bendera. Layaknya acara pendaftaran kandidat di KPU yang dikawal partai pendukung.
*******
Siang itu, benar-benar pesta. Pesta demokrasi ala mahasiswa. Sesuatu yang sudah jarang dilakukan di lebih 10-15 tahun terakhir. Sayang tidak dihadirkan para dosen dan pegawai. Saya sendiri mewajibkan tiga kelas untuk mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dan mata kuliah Komunikasi dan penyuluhan. Peserta pendidikan kewarganegaraan akan belajar bagaimana proses demokrasi berjalan di dunia kemahasiswaan. Sedangkan, peserta komunikasi dan penyuluhan belajar bagaimana sebuah ide disampaikan dengan teknik komunikasi yang menarik dan logik.
Agenda acara debat dimulai dengan pertanyaan dari Audens. Lebih sepuluh mahasiswa mengajukan pertanyaan. Jumlah ini sudah membuktikan keseriusan dan kepedulian mahasiswa kita. Mereka menyoal soal kebutuhan mahasiswa hingga hal tetek bengek dari toilet hingga asap rokok. Intinya adalah kualitas pelayanan.
Lembaga kemahasiswaan seperti BEM harus hadir sebagai penyambung lidah mahasiswa. Saya dengar mereka bilang soal cara atau pendekatan. Mulai dari komunikasi, persuasi hingga advokasi dan demonstrasi. Sesuatu yang logik dan lazim dalam demokrasi. Di sini, figur ketua dan wakilnya menjadi individu yang sangat penting perannya. Kepribadian, kecerdasan, keperdulian dan keberanian menjadi kata kunci. Ini bekal sebagai “agen of change” bagi kepemimpinan masa depan.
*********
Saya mencatat satu hal yang diucapkan kedua kandidat ini ada kemiripan. Selalu dimulai dengan pekikan menggelegar. “Hidup Mahasiswa”, “Hidup Rakyat” dan “Hidup Petani”. Satu ungkapan yang saya baru dengar adalah “Hidup Perempuan yang Melawan”. Diksi terakhir ini unik sekaligus menarik untuk ulas.
Mengapa..? Karena, kurang lebih seminggu lalu, kita peringati hari lahir seorang perempuan yang melawan tersebut. Meskipun, perlawanannya hanya melalui surat menyurat (literasi). Dialah Rajeng Ajeng Kartini yg populer disebut RA Kartini. Kita juga punya perempuan lain yang lebih heroik secara fisik dalam perjuangannya. Sebutlahtiga saja sebagai contoh : Cut Nyak Dien, Laksamana Malahayati dan Kristina Martha Tiahahu.
Dan, faktanya hari ini. Bangku kuliah ini didominasi kaum perempuan. Tapi, rata rata di kelas, mereka cenderung diam. Maka, kata perempuan yang melawan dalam konteks ini, harus diterjemahkan sebagai berani. Berani bersuara. Berani mengungkapkan dan membela kebenaran. Tentu, dengan cara yang bermartabat. Mereka harus tampil menjadi teladan sebab mereka adalah pendidik pertama bagi manusia (the first human who teach the human is women). Namun faktanya, kandidat BEM Faperta kali ini, semuanya Laki laki. Tidak satupun Perempuan. Sayang sekali.