PENATEGAS – Peringatan dan doa mengenang 7 tahun bencana alam gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang melanda Kota Palu pada 28 September 2018 berlangsung penuh haru di Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Minggu (28/9/2025).
Kegiatan yang digelar Majelis Dzikir Nuurul Khairaat ini menghadirkan sekitar 2.000 jamaah yang memadati Jalan Gunung Gawalise, tepat di lokasi terjadinya likuifaksi.
Selain mengenang tragedi yang merenggut ribuan nyawa, acara ini juga dirangkaikan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah.
Rangkaian acara dimulai dengan pembacaan Maulid Al-Barzanji diiringi tabuhan rebana yang dipimpin langsung Pimpinan Majelis, Habib Sholeh Al Aydrus atau yang akrab disapa Habib Rotan.
Suasana semakin khidmat ketika tahlil dan doa bersama dipanjatkan untuk para korban. Tidak sedikit jamaah yang menitikkan air mata, terlebih ketika salah satu tokoh adat menyampaikan kisah pilu kehilangan keluarga akibat dahsyatnya bencana tujuh tahun silam.
Pemerintah Kota Palu turut hadir melalui Camat Palu Barat, Komaheni S.Sos, yang mewakili Wali Kota Palu. Dalam sambutannya, ia menyampaikan permohonan maaf wali kota yang berhalangan hadir karena mendampingi tamu dari Kementerian Agama.
Meski demikian, ia menegaskan dukungan penuh terhadap kegiatan dzikir bulanan maupun agenda tahunan mengenang tragedi 28 September 2018.
“Apa yang menjadi aspirasi masyarakat, seperti pembangunan fasilitas tempat wudhu, toilet umum, penerangan jalan, hingga usulan menjadikan bekas lokasi likuifaksi sebagai area pemakaman umum, akan kami sampaikan langsung kepada wali kota dan menjadi prioritas program kerja kecamatan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan jamaah untuk menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan. “Kebersihan sebagian dari iman. Mari kita bersama-sama menjaga kondusifitas wilayah, khususnya di Palu Barat,” tutup Komaheni seraya mendoakan para korban mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT.
Sementara itu, Habib Sholeh dalam ceramahnya berpesan agar umat senantiasa meneladani akhlak Rasulullah SAW serta berpegang teguh pada Al-Qur’an dan hadist. Menurutnya, bencana besar yang pernah melanda Palu harus menjadi pelajaran berharga untuk memperkuat iman, ukhuwah, dan kepedulian sosial.
Acara ditutup dengan sholat Maghrib berjamaah, meninggalkan kesan mendalam bagi para jamaah yang hadir. Peringatan ini bukan sekadar mengenang luka lama, tetapi juga momentum untuk memperkuat kebersamaan dalam membangun Palu yang lebih baik.






